MOESLIM.ID | Taat kepada pemimpin termasuk perbuatan taat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa allam. Sebaliknya, durhaka kepada pemimpin termasuk perbuatan durhaka kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam.
Seorang Mu’min hendaknya berharap pahala dari perbuatannya yang mentaati pemimpin, sebagaimana ia berharap pahala dari perbuatan taatnya kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam.
Di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajibnya taat kepada pemimpin kaum Muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiyatan, meskipun mereka berbuat zhalim. Karena mentaati mereka termasuk dalam ketaatan kepada Allah, dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah wajib.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
“Barangsiapa menaatiku maka sungguh ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang menaati pemimpin maka sungguh ia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada pemimpin, maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku”. (HR. Bukhari: 2957 dan Muslim: 1835)
Inilah yang diwasiatkan oleh Rasul kita shallallahu alaihi wasallam. Rasul itu ditaati bukan hanya ketika senang saja atau ketika menyenangkan kita. Namun saat susah pun, pemimpin tetap ditaati, saat ditindas pun tetap didengar selama ia tidak memerintahkan dalam maksiat.
Dan seandainya saudara kita yang biasa menyuarakan slogan anti pemerintah dan ingin memberontak mau mendengar wasiat baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu mereka akan meraih maslahat yang besar. Taatlah pada Pemimpin dalam keadaan senang maupun susah atau penuh derita.
Ini salah satu hadits yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Sholihin ketika membawakan judul Bab “Wajibnya Mentaati Pemimpin dalam Perkara yang Bukan Maksiat dan Haramnya Mentaati Mereka dalam Perkara Maksiat.”
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda,
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ
“Hendaklah engkau dengar dan taat kepada pemimpinmu baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, baik dalam keadaan rela ataupun dalam keadaan tidak suka, dan saat ia lebih mengutamakan haknya daripada engkau.” (HR. Muslim no. 1836).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
- Yang dimaksud taat ketika susah dan senang adalah taat kepadanya ketika dalam keadaan engkau fakir atau engkau berkecukupan. Berarti ketika rakyat dimakmurkan, tetap taat pada pemimpin dan ketika rakyat sengsara atau penuh derita, tetap juga taat.
- Hadits ini menunjukkan taat kepada pemimpin dalam setiap urusan selain dalam hal maksiat atau dalam hal yang tidak mampu dilaksanakan.
- Hadits ini menerangkan bahwa ada sifat pemimpin yang lebih mengutamakan urusan dunia dan menghalangi hak-hak rakyatnya. Pemimpin seperti ini tetap wajib ditaati selama ia tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
Kita juga diperintahkan untuk mendo’akan mereka dengan kebaikan bukan keburukan meskipun ia seorang pemimpin yang zhalim lagi jahat karena kezhaliman dan kejahatan akan kembali kepada diri mereka sendiri sementara apabila mereka baik, maka mereka dan seluruh kaum Muslimin akan merasakan manfaat dari do’anya.” (Syarhus Sunnah, no. 136), oleh Imam Al Barbahary)
Demikianlah penjelasan singkat tentang kewajiban menta’ati pemerintah (pemimpin) yang diajarkan untuk kita semua.(bbs)