Hukum, Pengertian dan Hikmah Iddah Bagi Kaum Wanita

MOESLIM.ID | Masa iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (العِدَّة) yang bermakna perhitungan (الإِحْصَاء) (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah: 29/304). Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah.

Menurut istilah para ulama, masa iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan. (Al Wajiz fi Fiqhissunnah wal Kitabil Aziz, hlm. 387 dan Mausu’atul Fiqhiyah Al Muyassarah fi Fiqhil Kitab was Sunnah Al Muthahharah, 5/383)

Ada yang menyatakan, masa iddah adalah istilah untuk masa tunggu seorang wanita untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas sang suami. (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah: 29/304)

HIKMAH IDDAH

Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa iddah, diantaranya:

Baca Juga:  Berhubungan Intim Dengan Istri Sebelum Mandi Besar Usai Haidh?

1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.

2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.

3. Masa iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.

4. Masa iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.

5. Masa iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

DASAR PENSYARIATANNYA

Masa iddah sebenarnya sudah dikenal dimasa jahiliyah. Ketika Islam datang, masalah ini tetap diakui dan dipertahankan. Oleh karena itu para Ulama sepakat bahwa iddah itu wajib, berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. (Mausu’atul Fiqhiyah Al Muyassarah, 2/383 dan Taudhihul Ahkam bi Syarhi Bulûughil Maram 5/561)

Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Azza wa Jalla:

Baca Juga:  Puasa di Negara yang Waktu Siangnya Panjang (2)

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”. (QS. Al Baqarah/2:228)

Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَسْلَمَ يُقَالُ لَهَا سُبَيْعَةُ كَانَتْ تَحْتَ زَوْجِهَا تُوُفِّيَ عَنْهَا وَهِيَ حُبْلَى فَخَطَبَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا يَصْلُحُ أَنْ تَنْكِحِيهِ حَتَّى تَعْتَدِّي آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَمَكُثَتْ قَرِيبًا مِنْ عَشْرِ لَيَالٍ ثُمَّ جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْكِحِي

“Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanabil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allah, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Menikahlah!”. (HR Bukhari no. 4906)

Baca Juga:  Hukum dan Syarat Membaca Mushaf Al Quran Elektronik

ATURAN-ATURAN DALAM IDDAH

Masa iddah diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab talak, khulu (gugat cerai), faskh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya. (Al Mulakhash Fiqhi, 2/420)

Berdasarkan ini, berarti wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum digauli atau belum ada kesempatan untuk itu, maka dia tidak memiliki masa iddah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya”. (QS. Al Ahzab/33:49).(almanhaj.or.id)