MOESLIM.ID | Labirin berupa jalan dan gang di kota tua Suzhou, China menyembunyikan sebuah rahasia. Kota ini menyimpan penggalan sejarah panjang Islam di China.
Beragam berita rutin disiarkan pers internasional yang menyoroti perlakuan terhadap Muslim di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang. Informasi yang ada cenderung mengaburkan fakta Islam pernah sangat dihormati oleh kaisar China.
Seorang profesor dari Departemen Studi Internasional Universitas Xi’an Jiaotong Liverpool Alessandra Cappelletti mencoba membahas sejarah dan mengungkap cerita rahasia yang disimpan Kota Suzhou. Dikutip di The Conversation, dari catatan tertulis dan dekrit kekaisaran yang terukir di steles (monumen lempengan batu berdiri), jelas dikatakan komunitas Islam menikmati bantuan para kaisar.
Bantuan diberikan selama masa Kaisar Tang (618-907 M), Yuan (1271-1368 M), Ming (1368-1644 M), dan dinasti Qing (1644-1912 M). Kala itu, Islam dipandang baik oleh istana kekaisaran. Selama menyangkut kekaisaran, etikanya yang ditunjukkan Islam sangat baik dan mampu mempromosikan hubungan yang harmonis dan damai antara berbagai bangsa di wilayah kekaisaran.
Sebelum pemberontakan Panthay dan Tungan pada paruh kedua abad ke-19 di China barat, ketika jutaan Muslim dibunuh atau dipindahkan, Islam dianggap sebagai ancaman yang berkembang oleh misionaris Kristen di negara itu, khususnya oleh para agamawan Rusia.
Tak hanya itu, Islam juga dianggap oleh banyak orang di Barat memiliki potensi menjadi agama nasional di China. Hal ini akan menjadikan China sebagai negara Islam terbesar di dunia.
Sekarang, Suzhou adalah kota yang hidup dan kaya dengan 12 juta penduduk. Kota ini dapat diakses dalam 20 menit dengan kereta api berkecepatan tinggi dari Shanghai.
Apa yang tersisa dari “Suzhou Islam” terletak tepat di luar tembok kota di barat laut. Hanya ada satu masjid aktif, Taipingfang, di distrik komersial dan hiburan utara Shilu.
Taipingfang dipugar pada 2018 dan merupakan tempat berdoa bagi warga lokal dan Muslim yang berkunjung. Masjid ini berada di bagian lingkungan yang sibuk, tepatnya di gang kecil yang dikelilingi oleh restoran dan hotel kecil, kantin, kedai makanan, serta tukang daging yang melayani Muslim Uighur dan Hui.
Para tukang daging di Taipingfang, seperti yang ada di daerah Niujie di Beijing, tempat mayoritas minoritas Muslim di kota itu tinggal, secara populer dianggap menjual daging terbaik. Sebelum 1949, Suzhou memiliki setidaknya 10 masjid dengan berbagai ukuran dan kepentingan sosial.
Banyak dari mereka adalah bangunan dengan perabotan yang berharga dan dekorasi rumit yang canggih, sementara yang lainnya adalah ruang sholat yang lebih kecil dan intim. Salah satunya adalah masjid wanita yang diketuai oleh seorang imam wanita.(republika.co.id)