
Dalam beberapa insiden terpisah kurang lebih pada periode yang sama, pihak berwenang menangkap puluhan orang Uighur lainnya dan menempatkan mereka di fasilitas penahanan imigrasi di seluruh negeri.
Pada bulan Juli 2015, sekitar 170 perempuan dan anak-anak Uighur yang ditahan di Songkhla dibebaskan ke Turki. Namun, seminggu kemudian, pihak berwenang Thailand secara paksa memindahkan lebih dari 100 laki-laki Uighur ke pihak berwenang Tiongkok, yang menerbangkan mereka ke Tiongkok.
Ada 48 warga Uighur yang masih ditahan telah menjalani penahanan selama lebih dari 10 tahun, dalam kondisi kumuh dengan kondisi kebersihan yang buruk, dan perawatan medis yang tidak memadai, di bawah ketakutan tiada henti bahwa mereka mungkin juga akan dipindahkan ke tahanan Tiongkok. Lima warga Uighur yang ditahan sejak 2014 telah meninggal dalam penahanan, termasuk seorang bayi yang baru lahir dan anak berusia tiga tahun.
Dalam surat yang diperoleh media dari 48 tahanan tertanggal 10 Januari 2025, kelompok Uighur itu mengatakan: “Kami bisa saja dipenjara, dan bahkan mungkin kehilangan nyawa. Kami memohon dengan sangat kepada semua organisasi internasional dan negara-negara yang peduli dengan hak asasi manusia agar segera turun tangan menyelamatkan kami dari nasib tragis ini sebelum terlambat.” Saat ini mereka sedang melakukan aksi mogok makan.
Pemerintah Thailand berkewajiban untuk menghormati prinsip hukum internasional nonrefoulement, yang melarang negara-negara di dunia memulangkan siapa pun ke tempat di mana mereka akan menghadapi risiko nyata persekusi, penyiksaan atau perlakuan buruk serius lainnya, ancaman terhadap nyawa, atau pelanggaran hak asasi manusia serius lain yang sebanding.








