MOESLIM.ID | Adzan disyari’atkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah masuk dan mengundang umat Islam untuk melakukan shalat berjama’ah di masjid. Karena fungsinya seperti itu, maka perlu diberi waktu yang cukup antara adzan dengan iqamah sehingga kaum Muslimin yang laki-laki bisa bersiap-siap datang ke masjid.
Jika tidak, maka fungsi adzan menjadi sia-sia dan hilang pula kesempatan bagi orang banyak untuk shalat berjama’ah di masjid. Bagaimana mungkin seorang muadzin mengajak shalat berjama’ah dengan seruannya “Hayya alash shalah“, lalu dia tidak bersabar menanti dan tergesa-gesa melakukan iqâmat tanpa memperhatikan jama’ah yang sedang berwudhu’ atau sedang berdatangan.
Ketika adzan dikumandangkan, tentu banyak orang yang belum berwudhu. Kemungkinan di antara mereka ada yang sedang bekerja, makan, minum, tidur, buang hajat atau lainnya, sehingga perlu diberi waktu untuk bersiap-siap.
Inilah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu aalaihi wa sallam dengan sabda beliau:
اجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ نَفَسًا قَدْرَ مَا يَقْضِي الْمُعْتَصِرُ حَاجَتَهُ فِي مَهْلٍ , وَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ الْآكِلُ مِنْ طَعَامِهِ فِي مَهْلٍ
“Jadikanlah antara adzanmu dengan iqamahmu kelonggaran seukuran mu’tashir (orang buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang yang sedang makan selesai dari makannya dengan tenang!”. (HR. At Tirmidzi, no. 195)
Selain bersiap-siap, jama’ah juga membutuhkan waktu untuk berjalan dari rumahnya menuju masjid, lalu melakukan shalat tahiyatul masjid, atau shalat rawatib, atau lainnya, sehingga semua itu membutuhkan waktu yang cukup.