MOESLIM.ID | Bagi seorang pedagang, asti menginginkan keuntungan yang besar. Bahkan, jika bisa, dengan modal sedikit bisa memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam Islam, bolehkah keuntungan yang berlipat ganda itu?.
Tidak ditemukan satu dalil pun yang membatasi keuntungan yang boleh didapat oleh seorang pedagang dari bisnisnya. Bahkan sebaliknya, ditemukan beberapa dalil yang menunjukkan bahwa pedagang bebas menentukan prosentase keuntungannya.
Dalam sebuah riwayat dari Urwah Al Bariqi Radhiyallahu anhu disebutkan bahwa;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي لَهُ بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ وَكَانَ لَوْ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيهِ
“Nabi Shallallahu alaihi wasallam memberinya satu dinar uang untuk membeli seekor kambing. Dengan uang satu dinar tersebut, dia membeli dua ekor kambing dan kemudian menjual kembali seekor kambing seharga satu dinar. Selanjutnya dia datang menemui Nabi dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Melihat hal ini Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendoakan keberkahan pada perniagaan sahabat Urwah, sehingga seandainya ia membeli debu, niscaya ia mendapatkan laba darinya”. (HR. Bukhari, no. 3443)
Dijelaskan pada kisah ini, sahabat Urwah Radhiyallahu anhu dengan modal satu dinar, ia mendapatkan untung satu dinar atau 100 %. Pengambilan untung sebesar 100% ini mendapat restu dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Dan bukan hanya merestui, bahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berdo’a agar perniagaan sahabat Urwah senantiasa diberkahi. Sehingga sejak itu, beliau Radhiyallahu anhu semakin lihai berniaga.