MOESLIM.ID | Dalam syariat Islam, bolehkah wanita yang sedang haid ikut ta’ziyah?. Seorang wanita yang haid atau nifas (pendarahan karena melahirkan) itu dilarang untuk melakukan beberapa hal yaitu: shalat atau thawaf di Ka’bah, berpuasa dan berhubungan suami istri.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sholat tidak akan diterima tanpa suci.” (HR. Muslim)
Thawaf juga tidak boleh karena Nabi menyebut thawaf termasuk sebagai sholat. Beliau bersabda, “Thawaf mengelilingi Ka’bah adalah shalat, hanya saja Allah membolehkan bercakap-cakap di dalamnya.” (HR. Tirmidzi, Shahih Jami’ush Shaghir no. 3954)
Aisyah radhiallahu anha mengatakan, “Dahulu kami mengalami haidh di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kami pun diperintahkan untuk mengqadha (mengganti) puasa (di hari lain) dan kami tidak diperintahkan mengqadha shalat.” (Muttafaqun Alaih)
Sedangkan larangan berhubungan intim bagi wanita haidh terdapat dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam , “Lakukanlah apapun kecuali hubungan intim.” (HR. Muslim, Shahih Jami’ush Shaghir 527)
Adapun larangan bagi kaum wanita dan juga kaum pria ketika terjadi musibah kematian di antara mereka ialah:
- Meratapi mayit (niyahah). Rasulullah bersabda, “Perempuan yang meratap dan tidak bertaubat sebelum matinya maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan mengenakan jubah dari ter dan dibungkus baju dari kudis.” (HR. Muslim, Ash Shahihah 734)
- Menampar-nampar pipi dan merobek-robek kain pakaian sebagai ekspresi perasaan tidak terima dengan takdir. Nabi bersabda, “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek kerah baju dan menyeru dengan seruan jahiliah.” (HR. Muttafaqun Alaih)
- Mencukur rambut karena tertimpa musibah. Sahabat Abu Musa mengatakan, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah berlepas diri darinya. Karena Rasulullah berlepas diri dari shaaliqah, haaliqah dan syaaqqah.” (Muttafaqun Alaih). Shaaliqah adalah perempuan yang menangis dengan keras-keras. Haaliqah adalah perempuan yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah, sedangkan Syaaqqah adalah wanita yang menyobek-nyobek pakaiannya karena tidak terima dengan ketetapan takdir dari Allah. (Al Wajiz, hal. 162, Taisirul Alam, I/319).
- Mengurai atau mengacak-acak rambut. Hal ini berdasarkan salah satu isi janji setia kaum wanita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yaitu, “(Kami berjanji) untuk tidak mengacak-acak rambut (ketika tertimpa musibah).” (HR. Abu Dawud, Al Jana’iz, hal. 30).
Sedangkan amalan yang sangat dianjurkan adalah menyalati jenazah dan mengikuti iringan jenazahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang menyolati jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya maka dia mendapat pahala satu qirath. Dan apabila dia juga mengiringinya maka dia mendapat pahala dua qirath” Ditanyakan kepada beliau, “Apa maksud dari dua qirath?” Beliau menjawab, “Yang terkecil dari keduanya (satu qirath) ialah serupa dengan besarnya Gunung Uhud.” (HR. Muslim).
Akan tetapi keutamaan mengikuti iringan jenazah ini hanya berlaku bagi kaum lelaki, bukan bagi kaum perempuan. Ummu Athiyah radhiallahu anha mengatakan, “Kami (kaum wanita) dilarang untuk mengikuti iringan jenazah namun beliau tidak keras dalam melarangnya.” (Muttafaqun Alaih)
Dan termasuk amalan yang disyariatkan ialah melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah ialah menyuruh keluarga yang ditinggal mati untuk bersabar, membuat mereka terhibur dan tabah sehingga akan meringankan penderitaan yang mereka rasakan dan mengurangi kesedihan hati mereka. Ini bisa dilakukan oleh kaum laki-laki maupun wanita.
Referensi Lainnya, klik: https://www.jabarnews.com