Moeslim.id | Tertib dalam melakukan shalat ialah melakukan shalat Dhuhur kemudian Ashar, atau Maghrib kemudian Isya yang meupakan syarat dalam jama.
Disyaratkan tertib dengan memulai yang pertama kemudian yang kedua, juga karena syari’at menjelaskan tertib waktu-waktu shalat, sehingga shalat, wajib dilakukan pada waktu yang telah disusun pembuat syari’at.
Syaikh Ibnu Utsaimin memberikan contoh seseorang berniat jama ta’khir, kemudian masuk masjid dan mendapati orang-orang shalat Isya, lalu ia masuk ikut mereka (berjama’ah) dengan niat shalat Isya. Dan ketika selesai shalat Isya, ia shalat Maghrib. Maka shalat Isya’nya tidak sah, karena ia mendahulukan dari Maghrib dan tertib itu adalah syarat. Sehingga ia mengulangi lagi shalat Isyanya lagi, sedangkan shalat Maghribnya sah. Pengertian tidak sah disini adalah, tidak sah sebagai shalat fardhu yang menghilangkan kewajiban, namun ia menjadi shalat sunnah yang diberi pahala. (Syarhul Mumti’, 4/572)
Siapa yang mendapatkan keringanan safar, maka diperbolehkan menjama shalat Ashar dengan Dhuhur, baik jama taqdim (di waktu Dhuhur) atau jama ta’khir (di waktu Ashar), dan menjama shalat Maghrib dan Isya dengan jama taqdim (di waktu Maghrib) atau jama ta’khir (di waktu Isya) sesuai dengan kemaslahatan musafir tersebut. Namun dalam jama tersebut diwajibkan tertib. Dia shalat Dhuhur dulu kemudian shalat Ashar, dan shalat Maghrib dahulu baru shalat Isya, baik dilakukan dalam jama taqdim maupun ta’khir. (Fatawa Lajnah Daimah, 8/138-139)
Wajib bagi orang yang mengakhirkan shalat Maghrib ke shalat Isya dalam safar (bepergian), untuk memulainya dengan shalat Maghrib terlebih dahulu. Apabila ia masuk bersama orang yang shalat Isya dan berniat shalat Maghrib, kemudian duduk pada raka’at ketiga, maka shalatnya sah. (Fatwa Lajnah Daimah, 8/139)