Hukum Gadai Dalam Islam dan Syarat yang Harus Dipenuhi

Hukum gadai dalam Islam.

Dalam ayat ini, walaupun disebutkan dalam perjalanan, namun tetap menunjukkan keumumannya. Yakni baik dalam perjalanan maupun dalam keadaan mukim. Karena, kata dalam perjalanan pada ayat ini, hanya menunjukkan keadaan yang biasa membutuhkan sistem ini.

Dibolehkannya ar rahn, juga dapat ditunjukkan dengan amalan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bahwa beliau pernah melakukan sistem gadai ini, sebagaimana dikisahkan Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Baca Juga:  Inilah Tiga Jenis Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasallam membeli dari seorang Yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya”. (HR. Bukhari, no. 2513 dan Muslim, no. 1603)

Demikian juga para ulama telah bersepakat bolehnya ar-rahn dalam keadaan safar (perjalanan), akan tetapi masih berselisih tentang bolehnya jika dalam keadaan tidak safar.

Imam al Qurthubi mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang melarang ar rahn pada keadaan tidak safar, kecuali Mujahid, adh-Dhahak dan Dawud (adh dhohiri)”. Demikian juga Ibnu Hazm.

Baca Juga:  Hukum Yamin, Berikut Pengertian dan Cara Sumpahnya

Adapun Ibnu Qudamah, beliau mengatakan: “Diperbolehkan ar rahn adalah dalam keadaan tidak safar (menetap), sebagaimana diperbolehkan dalam keadaan safar (bepergian)”.(*)