
Yang namanya hasil kurban adalah dimanfaatkan secara cuma-cuma, tidak boleh diperjualbelikan. Termasuk pula tidak boleh menjual kulit hasil kurban. Begitu pula tidak boleh menjadikan kulit kurban tersebut sebagai upah untuk jagal, walau kurbannya adalah kurban yang hukumnya sunnah. (Kifayatul Akhyar, hal. 489)
Namun jika hasil kurban diserahkan kepada jagal karena alasan status sosialnya yaitu dia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.
Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat haramnya memberikan tukang jagal upah dari hasil kurban dengan dasar hadits Ali radhiyallahu anhu diatas. Namun kalau diserahkan kepada tukang jagal tersebut karena statusnya miskin atau dalam rangka memberi hadiah, maka tidaklah mengapa. Tukang jagal tersebut boleh saja memanfaatkan kulitnya. Namun tidak boleh kulit dan bagian hasil kurban lainnya dijual. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah: 5/ 105)
Namun jika hasil kurban diberikan kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai status hadiah (jika dia orang kaya), maka tidaklah mengapa. Ia berhak untuk mengambil jatah tersebut karena posisinya sama dengan yang lain.(*)








