
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Hadits ini dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama terhadap orang yang mendengar khutbah.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari)
Makmum dilarang melakukan segala perkara yang melalaikan dari mendengar khutbah. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa berwudhu, lalu dia melakukan wudhu itu sebaik-baiknya, lalu dia mendatangi (khutbah) Jum’at, lalu mendengarkan dan diam, maka diampuni (dosanya) yang ada antara Jum’at itu dengan Jum’at lainnya, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa menyentuh kerikil (yakni mempermainkannya), maka dia telah berbuat sia-sia”. (HR. Muslim, no. 857; Abu Dawud, no. 105)
Imam An Nawawi berkata, ”Pada hadits di atas terdapat larangan menyentuh kerikil dan permainan lainnya pada saat khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat, agar hati dan anggota badan (hadirin) tertuju kepada khutbah. Dan yang dimaksudkan dengan “berbuat sia-sia” di sini, yaitu perbuatan batil, tercela, dan tertolak.” (Syarh Muslim, An Nawawi)
Para malaikat mendengarkan khutbah Jum’at. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوُا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Jika hari Jum’at, pada setiap pintu dari pintu-pintu masjid terdapat malaikat-malaikat yang menulis orang pertama yang hadir, kemudian yang pertama setelah itu. Jika imam telah duduk di mimbar untuk berkhutbah, mereka melipat lembaran-lembaran (catatan keutamaan amal) dan datang mendengarkan dzikir (khutbah)“. (HR. Muslim, no: 24, 850)








