
Mayoritas ahli fikih berpendapat, bahwa takziyah yang lebih utama dilakukan setelah pemakaman. Karena keluarga mayat sebelum pemakaman disibukkan dengan persiapan pemakaman. Karena rasa keterasingan berpisah dengan mayat setelah dikuburkan itu lebih besar dirasakan. Sehingga waktu setelah pemakaman itu lebih utama untuk bertakziyah. (Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/288)
Mayoritas Syafiiyyah mengatakan kecuali kalau terlihat keluarga mayat sangat terpukul sebelum dikuburkan, sehingga dibutuhkan untuk bersegera bertakziyah. Agar dapat menghilangkan atau meringankan kesedihannya.
Takziyah dibatasi selamat tiga hari. Mereka berdalil akan hal itu, dengan bahwa agama membatasi dan memberi izin dalam berkabung dalam kematian (ihdad) hanya tiga hari.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda;
لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak dihalalkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan Hari akhir (melakukan) ihdad (masa berkabung) terhadap mayat lebih dari tiga (hari) kecuali (ihdad) untuk kematian suaminya, (maka waktu ihdadnya adalah) empat bulan sepuluh hari”.
Maka dimakruhkan ihdad setelahnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 1/288)








