
Ibnul Qayyim berkata; “Beliau Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mengatakan pada umat, ‘Janganlah seseorang mengqashar shalat jika tinggal lebih lama dari itu’. Hanya kebetulan saja lama tinggal beliau bertepatan dengan masa tersebut”. (Fiqhus Sunnah: I/241)
Jika seseorang berniat mukim, maka dia shalat secara lengkap setelah sembilan belas hari. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘\Abbas Radhiyallahu anhu; “Nabi Shallallahu alaihi wasallam tinggal selama sembilan belas hari sambil melakukan qashar. Jika kami melakukan safar selama sembilan belas hari, maka kami melakukan qashar. Dan jika lebih dari itu, maka kami menyempurnakan shalat”. (HR. At Tirmidzi: II/31 no. 547)
Para ulama memiliki banyak pendapat yang berbeda dalam menentukan batasan jarak diperbolehkannya mengqashar shalat.
Ibnu Al Mundzir dan yang lainnya menyebutkan lebih dari dua puluh pendapat dalam masalah ini, yang rajih (kuat) adalah; “Pada dasarnya, tidak ada batasan jarak yang pasti. Kecuali yang disebut safar dalam bahasa Arab, yaitu bahasa yang digunakan Nabi Shallallahu alaihi wasallam saat berkomunikasi dengan mereka (orang-orang Arab). Jika memang safar mempunyai batasan selain dari apa yang baru saja kami kemukakan, tentu Nabi tidak akan lupa menjelaskannya. Para Sahabat pun tidak akan lalai menanyakan hal tersebut pada beliau. Mereka juga tidak akan bersepakat untuk mengabaikan penukilan riwayat yang menjelaskan batasan tersebut kepada kita”. (Fiqhus Sunnah: I/240, 241)








