
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Suatu hari ada seseorang meninggal. Dikatakan kepadanya (mayit di akhirar); “Apa yang engkau perbuat?”. Dia menjawab;
كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فَأَتَجَوَّزُ عَنْ الْمُوسِرِ وَأُخَفِّفُ عَنْ الْمُعْسِرِ فَغُفِرَ لَهُ
‘Aku melakukan transaksi, lalu aku menerima ala kadarnya bagi yang mampu membayar (hutang) dan meringankan bagi orang yang dalam kesulitan. Maka dia diampuni (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)’.” (HR. Bukhari, Al Istiqradh, no. 2391)
Pemberi pinjaman juga bisa menghalalkan hutang tersebut, dengan cara membebaskan hutang, sehingga si penghutang tidak perlu melunasi pinjamannya.
Beginilah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang shaleh dahulu. Jika mereka ingin memberi pemberian, maka mereka melakukan transaksi jual beli terlebih dahulu, kemudian dia berikan barang dan harganya atau dia pinjamkan, kemudian dia halalkan, agar mereka mendapatkan dua kebahagian dan akan menambah pahala bagi yang memberi.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah membeli unta dari Jabir bin Abdullah dengan harga yang cukup mahal. Setibanya di Madinah, beliau memberikan uang pembayaran dan menghadiahkan unta yang telah dibeli tersebut kepada Jabir.