
Karena tidak ada dalil syar’i yang menjadikan salah satu proses itu (istinsyaq) sebagai penyebab berlakunya hukum, yakni membatalkan puasa. Jadi proses tersebut (istinsyaq) tidak dapat dikategorikan dengan sampainya benda ke dalam tenggorokan atau perut sehingga membatalkan puasa, baik itu sampainya melalui hidung maupun melalui mulut, sebab keduanya hanyalah jalan.
Karena itu, puasa seseorang tidak batal hanya karena berkumur (istinsyaq) yang tidak dalam, bahkan hal ini tidak dilarang.
Pendapat yang benar adalah yang menyatakan tidak membatalkan puasa bila menggunakan obat yang dihirup, karena cara tersebut tidak sama dengan makan dan minum.(*)








