Puasa di Negara yang Waktu Siangnya Panjang (1)

Ilustrasi puasa di kutub utara. (Foto: Net)

Pendapat Pertama, mereka harus melakukan perkiraan hari, malam, dan bulan mereka dengan perhitungan waktu yang berlaku di negara yang dekat dengan negara mereka. Negara tersebut memiliki keseimbangan waktu, antara siang dan malamnya memiliki kelapangan waktu, karena Allah telah mewajibkan shalat dan puasa.

Pendapat Kedua, sebagian berpendapat bahwa mereka hanya perlu memperkirakan waktunya berdasarkan pada negara yang syari’at diturunkan padanya, yaitu Mekah atau Madinah. Karena yang demikian itu lebih mudah bagi mereka, khususnya karena mereka menghadapkan diri ke Ka’bah dalam shalat mereka pada setiap harinya.

Baca Juga:  Cara Dzikir yang Benar dan Diterima, Berikut Faedahnya

Mereka berbeda pendapat mengenai perkiraan waktu, negara mana yang harus dijadikan patokan. Ada yang mengatakan bahwa yang menjadi patokan adalah negara yang padanya diturunkan syari’at, yaitu Mekah atau Madinah.

Ada juga yang berpendapat harus didasarkan pada perhitungan waktu yang berlaku di negara yang paling dekat. Kedua pendapat tersebut dibolehkan, karena keduanya merupakan ijtihad, dan tidak ada nash secara pasti mengenai hal tersebut. (Tafsir Al Manar: II/163)

Kedua, sebagian ulama mengatakan bahwa jika di negara tersebut terdapat waktu siang dan malam, maka mereka wajib berpuasa meskipun waktu siangnya sangat panjang dan waktu malam sangatlah pendek, atau sebaliknya…

Baca Juga:  Cara Menjama Shalat Maghrib dan Isya yang Benar

(Bersambung)