
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, jika kamu takut tidak berbuat adil di antara isteri-isteri, sebagaimana firman Allah:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil (yakni dalam perkara batin) di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian”. (QS. An Nisa: 129)
Maka barangsiapa takut dari hal itu, hendaklah dia membatasi dengan satu (isteri) atau terhadap budak-budak wanita, karena tidak wajib pembagian di antara mereka (budak-budak itu), tetapi disukai, barangsiapa melakukan, maka itu baik; dan barangsiapa tidak melakukan, maka tidak ada dosa. (Tafsir Ibnu Katsir, An Nisa: 3)
2. Kemampuan Melakukan Poligami
Islam adalah agama yang mudah. Dalam Islam, seseorang tidak diperbolehkan memberatkan dirinya sendiri. Demikian pula dalam hal poligami.
Sehingga, seorang laki-laki yang berpoligami, disyaratkan harus memiliki kemampuan agar tidak menyusahkan orang lain. Kemampuan yang dimaksudkan, meliputi pemberian nafkah dan menjaga kehormatan isteri-isterinya.
Kemampuan Memberi Nafkah, Ketika seorang laki-laki menikah, maka dia menanggung berbagai kewajiban terhadap isteri dan anaknya. Di antaranya adalah nafkah. Dengan demikian seorang laki-laki yang melakukan poligami, maka kewajibannya tersebut bertambah dengan sebab bertambah isterinya.
Secara bahasa, yang dimaksud nafkah adalah harta atau semacamnya yang diinfaqkan (dibelanjakan) oleh seseorang. Adapun secara istilah, nafkah adalah, apa yang diwajibkan atas suami untuk isterinya dan anak-anaknya, yang berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan, dan semacamnya.








