
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda;
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
“Tidak boleh pria berduaan dengan wanita, keucali bila wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita berpergian melainkan bersama mahramnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan bahwa ada seorang sahabat berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku pergi haji dan aku berkewajiban dalam berperang demikian dan demikian”. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;
فَاِنْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
“Pergi haji lah bersama istrimu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian adalah pendapat Hasan Al Bashri, Al Nakha’i, Ahmad, Ishaq, Ibnul Mundzir dan Ahli Ra’yi (madzhab Hanafi). Dan pendapat ini adalah pendapat yang shahih karena sesuai dengan keumuman hadits-hadits yang melarang wanita bepergian tanpa suami atau mahramnya.
Tapi pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Al Auza’i. Di mana masing-masing menentukan syarat yang tidak dapat dijadikan hujjah.
Ibnul Mundzir berkata; “Mereka meninggalkan pendapat dengan lahirnya hadits dan masing-masing dari mereka menentukan syarat yang tidak dapat dijadikan hujjah”.(*)