Hijir Ismail, Susunan Batu yang Dikumpulkan Nabi Ismail

MOESLIM.ID | Hijir Ismail adalah sebuah tempat sebelah utara bangunan Ka’bah, berbentuk setengah lingkaran, dibangun oleh Nabi Ismail alaihissalam, termasuk bangunan suci umat Islam. Ka’bah sendiri secara keseluruhan dibangun oleh Nabi Ibrahim, kemudian datanglah nabi Ismail membantu bapaknya, dengan membawa batu.

Batu-batu yang dikumpulkan, dalam bahasa Arab disebut hijir. Oleh karena itu bagian ka’bah yang dibangun oleh nabi Ismail dinamakan Hijir Ismail alahissalam. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Alaihimassalam telah membangun Ka’bah secara sempurna termasuk di dalamnya Hijir ini.

Ketika peristiwa Fathu Mekah, Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya oleh A’isyah mengenai bentuk Ka’bah. A’isyah bercerita,

سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الْجَدْرِ أَمِنَ الْبَيْتِ هُوَ قَالَ « نَعَمْ » . قُلْتُ فَمَا لَهُمْ لَمْ يُدْخِلُوهُ فِى الْبَيْتِ قَالَ ” إِنَّ قَوْمَكِ قَصَّرَتْ بِهِمُ النَّفَقَةُ “

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang  tembok Hijr, apakah itu bagian dari Ka’bah?. Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya.”

Baca Juga:  Sertifikasi Halal Untuk Kuasai Pasar Dunia

Saya bertanya lagi, ‘Mengapa tidak mereka masukkan jadi satu dengan bangunan Ka’bah?’. Jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam,Masyarakatmu kekurangan dana.”

Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam menyampaikan keinginannya,

وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ بِالْجَاهِلِيَّةِ فَأَخَافُ أَنْ تُنْكِرَ قُلُوبُهُمْ أَنْ أُدْخِلَ الْجَدْرَ فِى الْبَيْتِ وَأَنْ أُلْصِقَ بَابَهُ بِالأَرْضِ

Andai bukan karena kaummu baru saja keluar dari masa Jahiliyah, sehingga saya khawatir jiwa mereka menolak, niscaya akan aku gabungkan tembok setengah lingkaran itu jadi satu dengan ka’bah, dan pintunya saya buat di bawah sama dengan tanah”. (HR. Bukhari 1584 dan Muslim 3313)

Hadits ini sangat tegas menunjukkan bahwa bangunan tembok setengah lingkaran itu tidak ada kaitannya dengan Ismail.

Ibnu Katsir membawakan riwayat dari Muhammad bin Ishaq, bahwa ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam berusia 35 tahun, terjadi banjir hingga bangunan Ka’bah rusak. Tinggal puing-puing dan sisa-sisa tembok. Akhirnya orang Quraisy berencana untuk merenovasi ka’bah. Mereka siapkan bahan, peralatan, termasuk tenaganya dan tukang.

Baca Juga:  Celine Evangelista Rayakan Ulang Tahun Dengan Ibadah Umrah

Secara ekonomi, sebenarnya orang musyrikin Quraisy cukup mapan. Sehingga mereka mampu untuk merenovasi ka’bah seperti bangunan sebelumnnya.  Namun untuk Ka’bah, mereka punya standar yang berbeda dengan umumnya bangunan lainnya.

Sebelum renovasi Ka’bah dilakukan, ada tokoh Quraisy dari bani Makhzum, yaitu Abu Wahb bin Abid bin imran. Dia memberi peringatan kepada masyarakat Quraisy,

يا معشر قريش لا تدخلوا في بنيانها من كسبكم إلا طيباً، لا يدخل فيها مهر بغي، ولا بيع ربا، ولا مظلمة أحد من الناس

“Wahai orang Quraisy, jangan sampai melibatkan modal untuk pembangunan ka’bah kecuali yang halal. Jangan melibatkan upah pelacur, hasil transaksi riba, atau uang kedzaliman dari orang lain.”

Abu Wahb ini adalah paman Abdullah, ayahnya Nabi shallallahu alaihi wasallam. Tepatnya paman dari ibu. Dan dikenal sebagai orang terhormat di kalangan Quraisy. (Sirah Ibnu Katsir, 1/275)

Baca Juga:  Sudah Berniat Haji Namun Meninggal, Bagaimana?

Karena mereka hanya membatasi dari harta yang halal, maka dana mereka terbatas. Menyebabkan  mereka tidak bisa membangun Ka’bah utuh seperti sebelumnya. Mereka bangun sesuai ketersediaan dana, dan bagian sisanya ditaruh luar, hanya diberi tanda tembok setinggi pundak, untuk pembatas agar tidak dilewati orang yang thawaf.

Untuk itu, jika ada orang yang thawaf dan melintasi Hijr, maka thawafnya batal. Karena dia tidak mengelilingi Ka’bah dengan sempurna.

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hijir Ismail adalah makam nabi Ismail alaihissalam. Namun pendapat ini tidak benar, karena tidak ada riwayat yang otentik dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menyebutkan hal itu. Sementara riwayat mauquf (pernyataan sahabat) statusnya sanngat lemah, sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil.(Tahdzir As Sajid, hlm. 74-76)

Wallahu a’lam.(bbs)