
Berhaji dengan rezeki yang halal karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Allah itu thoyyib (baik) dan tidaklah menerima kecuali dari yang baik”. (HR. Muslim no. 1015)
Meninggalkan maksiat dan dosa, serta hal-hal yang menyelisihi syari’at. Hal-hal tadi jika dilakukan dapat berpengaruh pada amalan sholeh dan bisa membuat amalannya tidak diterima, terlebih lagi dalam melakukan haji.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata kotor), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS. Al Baqarah: 197)
Berakhlak yang mulia dan bersikap lemah lembut, juga bersikap tawadhu (rendah hati) dalam setiap keadaan.
Selalu mengagungkan syi’ar Allah ketika melaksanakan ibadah Haji, serta menunaikannya dengan penuh pengagungan dan tunduk pada Allah.
Sikap sabar dalam melaksanakan ibadah Haji, karena hal ini sangat berpengaruh besar pada diterimanya amalan dan besarnya pahala.
Menyibukkan diri dengan dzikir, seperti takbir, tasbih, tahmid dan istighfar, karena orang yang berhaji sedang dalam ibadah dan berada dalam waktu-waktu yang mulia.
Demikian sifat-sifat Haji mabrur yang harus dimiliki oleh seseorang yang telah menunaikan kewajiban ibadah Haji.(*)