Tidak Mau Menunanikan Haji Padahal Mampu, Ini Ancamannya!

Ilustrasi tidak mau menunanikan Haji padahal mampu. (Foot: Garuda Indonesia)

Orang yang mampu secara finansial sementara tidak berhaji hingga mati, maka dia dihajikan orang lain, dengan biaya yang diambilkan dari warisannya. Meskipun selama hidup, dia tidak pernah berwasiat.

Al Buhuti mengatakan,

وإن مات من لزماه أي الحج والعمرة أخرج من تركته من رأس المال ـ أوصى به أو لا ـ ويحج النائب من حيث وجبا على الميت، لأن القضاء يكون بصفة الأداء

“Apabila ada orang yang wajib haji atau umrah meninggal dunia, maka diambil harta warisannya (untuk badal haji), baik dia berwasiat maupun tidak berwasiat. Sang badal melakukan haji dan umrah sesuai keadaan orang yang meninggal. Karena pelaksanaan qadha itu sama dengan pelaksanaan ibadah pada waktunya (Al Ada’)”. (Ar Raudh Al Murbi, 1/249)

Baca Juga:  Kemenag Siapkan Desain Penyelenggaraan Haji Tahun 2024

Yang dimaksud ’Sang badal melakukan haji dan umrah sesuai keadaan orang yang meninggal’. Bahwa sang badal melaksanakan haji atau umrah sesuai miqat si mayit. Jika mayit miqatnya dari Yalamlam, maka badal juga harus mengambil miqat Yalamlam.

Al Buhuti mempersyaratkan, miqat orang yang menjadi badal haji harus sama dengan miqat mayit. Namun beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa miqat tidak harus sama. Dalam Hasyiyah Ar Raudh dinyatakan,

وقيل: يجزئ من ميقاته، وهو مذهب مالك، والشافعي، ويقع الحج عن المحجوج عنه

Baca Juga:  Dirjen PHU Soroti Tantangan Sistem e-Hajj dan Dinamika Layanan

Ada yang mengatakan, badal haji boleh dari miqatnya sendiri. Ini pendapat Malik dan As Syafii. Dan hajinya sah sebagai pengganti bagi orang yang dihajikan. (Hasyiyah Ar Raudh Al Murbi, 3/519)