MOESLIM.ID | Ketika suami tidak bisa melakukan hubungan karena sakit atau impoten, sementara istri tidak ridha, apakah istri langsung memiliki hak untuk mengajukan khulu (gugat cerai)?. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Pertama, istri berhak mengajukan gugat cerai di hakim. Selanjutnya hakim menunggu selama setahun. Jika dalam waktu selama setahun, suami masih tidak menggauli istrinya maka hakim berhak menfasakh (menceraikan) pernikahan.
Ibnu Qudamah menjelaskan,
وجملة ذلك أن المرأة إذا ادعت عجز زوجها عن وطئها لعنة … ويؤجل سنة في قول عامة أهل العلم وعن الحارث بن ربيعة أنه أجل عشرة أشهر
Kesimpulannya, wanita yang melaporkan bahwa suaminya tidak bisa berhubungan karena impoten…. (lalu Ibnu Qudamah menjelaskan apa yang harus dilakukan hakim), dan ditunggu selama setahun, menurut pendapat banyak ulama. sementara diriwayatkan dari Al Harits bin Rabi’ah, dia ditunggu selama 10 bulan. (Al Mughni, 7/604).
Adanya masa tunggu ini berlaku jika penyakit impoten yang diderita sang suami, memungkinkan untuk disembuhkan. Sehingga jika penyakit impoten itu tidak memungkinkan untuk disembuhkan maka tidak perlu menunggu.
Imam Ibnu Utsaimin mengomentari pendapat ini,
فإنه إذا قرر الأطباء من ذوي الكفاءة والأمانة أنه لن تعود إليه قوة الجماع فلا فائدة من التأجيل
Jika dokter yang berpengalaman dan amanah menetapkan bahwa kemampuan seksual suami tidak akan lagi kembali, maka tidak ada manfaatnya dilakukan penantian. (As Syarh Al Mumthi, 12/207).