
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya hidup di Madinah dalam keadaan miskin, padahal beliau adalah pemimpin para Nabi dan Rasul Allah.
Demikian pula para shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam banyak yang miskin, tetapi mereka menjadi sebaik-baik manusia setelah Nabi mereka, bukan karena harta dan kekayaan, tetapi karena iman, ilmu dan amal shalih.
Aisyah Radhiyallahu anha berkata;
مَاشَبِعَآلُمُـحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُقَدِمَالْمَدِيْنَةَمِنْطَعَامِبُـرٍّثَلَاثَلَيَالٍتِبَاعًاحَتَّىقُبِضَ
“Keluarga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah kenyang semenjak berpindah ke Madinah, dari makan gandum selama tiga malam berturut-turut sampai beliau wafat”. (HR. Bukhari no. 5416 dan Muslim no. 2970)
Satu orang miskin yang bersabar dan bertakwa adalah lebih baik daripada orang kaya yang tidak bersyukur (bertakwa) yang jumlahnya seisi dunia, walaupun orang lain banyak yang menghina orang miskin tersebut dan merendahkannya.
Dengan demikian, orang miskin yang sabar, bertakwa, dan taat beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia adalah orang yang paling mulia. Orang yang tidak tahu keadaan mereka pasti menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya, karena mereka sabar dan menjaga diri, tidak meminta-minta kepada manusia.(*)