
أَيُّهَا الْمَلِكُ، كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ نَعْبُدُ الأَصْنَامَ، وَنَأْكُلُ الْمَيْتَةَ وَنَأْتِي الْفَوَاحِشَ، وَنَقْطَعُ الأَرْحَامَ، وَنُسِيءُ الْجِوَارَ يَأْكُلُ الْقَوِيُّ مِنَّا الضَّعِيفَ
“Wahai Raja, kami dulu adalah orang-orang yang diliputi kebodohan. Kami menyembah patung. Memakan bangkai (hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah). Dan melakukan perbuatan keji. Kami memutus tali kekerabatan. Berlaku buruk terhadap tetangga. Yang kuat menindas yang lemah.” (HR. Ahmad, No: 1740)
Membaca kisah-kisah jahiliyah, kita mendapatkan inti permasalahan yang sama sedang menimpa kita. Loyalitas dan fanatik kelompok begitu kuat dan berpotensi konflik. Bahkan fanatisme yang terjadi di masa itu, lebih hebat lagi.
Namun Islam datang sebagai solusi. Mempersaudarakan dan mendamaikan mereka. Hingga persaudaraan Islam lebih di atas segalanya. Islam datang membimbing mereka. Melembutkan hati. Dan memberi kecerdasan emosional dan spiritual. Islam adalah solusi.
Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan,
لَنْ يَصْلُحَ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا .
“Tidak akan baik generasi akhir umat ini, kecuali dengan apa yang membuat baik generasi awalnya.” (Asy Syifa fi Huquuqil Musthafa, 2/88).
Apa yang membuat generasi awal umat ini baik? Jawabnya syariat Islam.(islamstory.com)
Referensi Lainnya, klik: https://www.jabarnews.com