
Allah Subhanahu wa Ta’ala menawarkan larangan ini kepada akal yang sehat, karena sesungguhnya jika orang yang berakal melihat sebagian kerusakan-kerusakan itu, dia pasti akan berhenti dan menahan jiwanya. Orang yang berakal tidak membutuhkan banyak nasehat dan larangan yang keras.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menyatakan bahwa orang yang minum khamr adalah orang yang tidak beriman atau bukan kaum mu’minin.
Sebagaimana Beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seseorang yang minum khamr, sementara ketika meminumnya, dia sebagai seorang mu’min”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga menegaskan bahwa khamr adalah kunci semua keburukan.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْرَبْ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ
Dari Abu Darda, dia berkata, “Kekasihku (Nabi Muhammad) Shallallahu alaihi wasallam telah berwasiat kepadaku, ‘Jangan engkau minum khamr, karena ia adalah kunci semua keburukan’.” (HR. Ibnu Majah, no. 3371)
Dengan berbagai keburukan tersebut tidak mengherankan bila agama Islam memandang khamr sebagai miftahu kulli syarrin atau kunci segala keburukan.(*)