
Lalu Abu Qilabah menarik nafas yang panjang, kemudian meninggal dunia. Abu Qilabah wafat di Negeri Syam pada tahun 104 Hijriah, yaitu pada masa kekuasaan Yazid bin Abdil Malik.
Tatkala malam hari tiba, seorang yang pernah menemuainya, melihat Abu Qilabah di dalam mimpinya, ia berada di taman Surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain Surga sambil membaca firman Allah:
سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Salamun alaikum bima shabartum (keselamatan bagi kalian karena kesabaran kalian), maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’d: 24)
Ia bertanya kepada Abu Qilabah; “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”. Abu Qilabah menjawab; “Benar”.
Abu Qilabah kemudian berkata; “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang, dan tenteram bersama dengan rasa takut kepada Allah, baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keadaan di depan khalayak ramai”.(*)