
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Ia pun mengungguli teman-temannya yang lain.
Ia berkata: “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” (Syadzaratudz Dzahab 5/355).
Diantara syaikh beliau: Abul Baqa An Nablusiy, Abdul Aziz bin Muhammad Al Ausiy, Abu Ishaq Al Muradiy, Abul Faraj Ibnu Qudamah Al Maqdisiy, Ishaq bin Ahmad Al Maghribiy dan Ibnul Firkah. Dan diantara murid beliau: Ibnul Aththar Asy Syafi’iy, Abul Hajjaj Al Mizziy, Ibnun Naqib Asy Syafi’iy, Abul Abbas Al Isybiliy dan Ibnu Abdil Hadi.
Pada tahun 651 H ia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah dan menetap disana selama satu setengah bulan lalu kembali ke Dimasyq. Pada tahun 665 H ia mengajar di Darul Hadits Al Asyrafiyyah (Dimasyq) dan menolak untuk mengambil gaji.
Beliau digelari Muhyiddin (yang menghidupkan agama) dan membenci gelar ini karena tawadhu beliau. Disamping itu, agama islam adalah agama yang hidup dan kokoh, tidak memerlukan orang yang menghidupkannya sehingga menjadi hujjah atas orang-orang yang meremehkannya atau meninggalkannya.
Diriwayatkan bahwa beliau berkata: “Aku tidak akan memaafkan orang yang menggelariku Muhyiddin.”








