
Alih-alih bekerja sama, tampaknya hubungan Kekaisaran Mamluk dan Kekaisaran Abbasiyah tidak berkawan. Padahal keduanya memiliki ancaman bersama: Tentara Salib dan Mongol. Ketika Bagdad dikepung, Kekaisaran Abbasiyah tidak meminta pertolongan ke Kekaisaran Mamluk.
Setelah menjarah, menghancurkan Bagdad, dan menggulingkan pemimpin Kekaisaran Abbasiyah, bangsa Mongol mulai bergerak menuju Suriah pada 1260. Pergerakan ini merupakan lanjutan untuk menguasai sisa-sisa Kekaisaran Abbasiyah.
Kota yang dikuasai satu per satu adalah Aleppo dan Damaskus. Keduanya pun menyerah. Setelah jatuhnya Bagdad, kota penting bagi peradaban Islam pun pindah ke Kairo di mana Kekaisaran Mamluk berkuasa. Kepenguasaan bangsa Mongol di Suriah menjadi ancaman pada Kekaisaran Mamluk yang saat itu dipimpin Sultan Sayf ad-Din Qutuz.
Pada saat bersamaan, Tentara Salib menguasai pesisir barat Timur Tengah dengan mendirikan kerajaan seperti Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokia, dan Keadipatian Tripoli. Pihak Tentara Salib memandang Kekaisaran Mongol sebagai ancaman baru, tetapi harus berfokus kepada serdadu muslim.
Oleh karena itu, Tentara Salib lebih bersifat netral dalam perseteruan antara Mongol dan Mamluk. Dalam posisi netral ini, Tentara Salib mengizinkan tentara Kekaisaran Mamluk lalu-lalang melewati wilayah mereka tanpa diganggu.