
Tabib bertanya; “Apa itu?”. Ia berkata; “Carilah untukku seorang qari yang membacakan Kitabullah, mintalah dia membacakan untukku ayat-ayat yang mudah dan jelas. Jika kalian melihat wajahku telah memerah, pandanganku mengarah ke langit, maka berbuatlah sesukamu”. Maka mereka pun melaksanakan permintaan tersebut dan mereka memotong kakinya.
Tatkala selesai amputasi, tabib berkata kepada Abu Al Aliyah; “Seakan Anda tidak merasakan sakit tatkala diamputasi”. Lalu ia menjawab; “Karena saya tersibukkan oleh sejuknya kecintaan kepada Allah, merasakan kelezatan apa yang aku dengar dari Kitabullah sehingga melupakan panasnya gergaji”.
Kemudian ia pegang kakinya dengan tangannya dan ia melihat kepadanya seraya berkata; “Jika aku bertemu dengan Rabb-ku pada hari kiamat nanti dan bertanya apakah aku telah berjalan dengan engkau (kaki yang telah dipotong) ke tempat yang haram sejak 40 tahun, atau aku telah berjalan denganmu pada tempat yang tidak diperbolehkan?. Niscaya aku akan menjawab; ‘Belum pernah’ dan aku jujur terhadap kata-kataku insya Allah”.
Setelah itu, karena ketakwaan Abu Al Aliyah dan karena merasa dekatnya dengan hari kiamat serta persiapannya bertemu dengan Rabb-nya, ia telah menyiapkan kain kafan untuk dirinya. Ia memakai kafan tersebut sebulan sekali kemudian ia kembalikan ke tempatnya.
Ia telah berwasiat 17 kali padahal ia masih dalam keadaan sehat dan segar. Ia memberikan batasan pada masing-masing wasiat. Jika batasan waktu telah habis ia melihatnya lagi, mungkin ia menggantinya atau mengundurkannya.








