
Sehingga perkara keduanya tersiar dan hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini;
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki”. (QS. Al Baqarah: 223)
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ
Yakni boleh dari depan, belakang, dan terlentang, asalkan tetap pada kemaluannya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Tidak mengapa menikmatinya di antara dua pantatnya asal tidak memasukinya. Karena Sunnah hanya mensinyalir haramnya menyetubuhi dubur (anus). Jadi, larangan ini dikhususkan terhadap hal itu. Ia diharamkan karena kotor, dan itu dikhususkan pada dubur (anus). Jadi, pengharamannya dikhususkan padanya”. (Al Mughni bisy Syarhl Kabir: VIII/132)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Adapun menikmati (isteri), di antara kedua pantat tanpa memasukkan penis ke dalam dubur (anus), begitu juga seluruh tubuh, maka tidak mengapa, insya Allah Ta’ala”. (Al Umm: V/137)
Jadi, seorang suami mempunyai hak untuk menikmati isterinya pada semua tubuhnya, kecuali memasukkan kemaluan ke dalam dubur.(*)








