
Menurut Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang berkenalan dengannya di Mekah, Hasan Mustapa diikuti oleh beberapa lusin murid setiap kali ia mengajar.
Menurut Abubakar Djajadiningrat yang memberikan bahan-bahan sumber kepada Hurgronje, dalam naskah yang bertitimangsa 17 Desember 1887, Hasan Mustapa mempunyai murid di Masjidil Haram lebih kurang 30 orang, berilmu luas dan telah menerbitkan buku dalam bahasa Arab.
Pada sekitar 1885 di Garut timbul pertikaian paham antara golongan tua dengan kaum muda pembaharu yang cukup ramai, sehingga Penghulu Besar Haji Muhamad Musa mengirimkan orang untuk menjemput Haji Hasan Mustapa memenuhi panggilan itu, ia berhasil memadamkan pertikaian paham itu, lalu mendirikan pesantren di Sindangbarang, Garut.
Tahun 1889 ia diajak oleh Hurgronje yang ketika itu berada di Jawa (karena tidak diizinkan oleh pemerintah menyelundup ke Aceh), untuk berkeliling di Jawa menemui para kiai terkenal sambil menyelidiki kehidupan agama Islam dan folklor.
Hasan Mustapa dianggap sebagai orang yang benar-benar ahli tentang adat-istiadat Sunda, sehingga kemudian ia diminta menulis buku tentang hal itu yang menghasilkan Bab Adat-adat Urang Priangan jeung Sunda Lianna ti Eta (Bab adat-adat orang proangan dan Sunda selain dari itu), Batavia, 1913. Tahun 1893, ada lowongan jabatan penghulu besar di Aceh, Hurgronje membujuk Hasan Mustapa agar bersedia mengisi lowongan itu.