Recep Tayyip Erdogan

Recep Tayyip Erdogan. (Foto: Net)

Pada 28 Agustus 2014, Erdogan resmi dilantik menjadi Presiden Turki ke-12. Ia dilantik di kantor kepresidenan di Ankara. Pelantikannya akan mengantarkan pada era baru di Turki karena dia diperkirakan akan mendesak dibuatnya konstitusi baru yang bisa menstransformasi negeri itu.

Kepresidenan Erdogan telah ditandai dengan kemunduran demokrasi dan pergeseran ke arah gaya pemerintahan yang lebih otoriter dan telah menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, penindasan perbedaan pendapat dan penindasan kebebasan berbicara.

Baca Juga:  Ingrid Mattson

Erdogan mendukung referendum 2017, mengubah sistem parlementer Turki menjadi sistem presidensial, memperkenalkan batasan masa jabatan kepala pemerintahan (dua periode lima tahun penuh), dan memperluas kekuasaan eksekutif.

Sistem pemerintahan baru ini secara resmi diberlakukan setelah pemilihan umum 2018, di mana Erdogan menjadi presiden eksekutif. Namun partainya kehilangan mayoritas di parlemen sejak saat itu dan saat ini berkoalisi (Aliansi Rakyat) dengan Partai Gerakan Nasionalis (MHP).

Sejak 2020, dia memimpin respons Turki terhadap pandemi COVID-19 dan peluncuran vaksinasi. Dalam kebijakan luar negeri, sebagai akibat dari perang saudara Suriah, Turki menjadi negara tuan rumah pengungsi terbesar di dunia sejak 2014 dan melancarkan operasi melawan Negara Islam, Pasukan Demokratik Suriah, dan pasukan Assad.(*)