Wagub Jabar: Jangan Ada Tikus di Rumah, Lalu Dibakar Rumahnya

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. (khatulistiwaupdate.com)

“Hati saya bertanya, yang ingin membubarkan MUI itu umat Islam atau non muslim? Kalau umat Islam, mungkin harus berdiskusi dulu dengan MUI itu sendiri, terkait akidah, fikih dan tasawuf. Jangan (langsung) memancing reaksi umat mayoritas,” imbuhnya.

Bukan tanpa alasan, Uu menekankan, pentingnya keberadaan MUI untuk mediator komunikasi dengan umat Islam, sudah dirasakan sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. Menurutnya, lahirnya MUI berasal dari Komite Besar Ulama yang dibentuk pada tahun 1972 di Tasikmalaya, yang kemudian dipatenkan sebagai perpanjangan tangan dan mitra pemerintah satu tahun kemudian.

Baca Juga:  MUI: Tindakan Pendeta Saifuddin Penodaan dan Penistaan Agama Islam

“Jadi MUI ini sangat dibutuhkan, di samping fatwa yang ditunggu oleh masyarakat umat Islam di Indonesia, juga sebagai penyambung lidah Islam dan fasilitator pemerintah. Oleh karena itu, sangat naif orang yang ingin membubarkan MUI,” katanya.

Uu berharap, tidak ada lagi pernyataan provokatif dari tokoh-tokoh figur publik. Urusan MUI, kata dia, bersinggungan erat dengan isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), yang dapat berimbas pada terjadinya konflik yang tidak diinginkan.

Baca Juga:  Mahasiswa Desak Pemerintah Bantu Selamatkan Muslim Uyghur

Uu mengatakan, akan lebih baik apabila energi berargumen tersebut disalurkan untuk melahirkan solusi menangani pandemi dan mempererat nasionalisme guna meningkatkan pembangunan bangsa. “Harapan kami, tokoh-tokoh kalau ingin berstatement jangan memanas-manasi (provokatif), apalagi urusan MUI berdekatan dengan SARA,” katanya.

Menurutnya, dia sudah lelah dengan konflik internal bangsa. Jadi, lebih baik berbicara tentang solusi menangani pandemi, meningkatkan ekonomi pasca pandemi, meningkatkan pendidikan untuk kemajuan bangsa, serta meningkatkan demokrasi sebagai salah satu pilar pembangunan bangsa ini.(republika.co.id)