
Begitu pula jika belum melempar jumrah Aqabah untuk hari Nahr (10 Dzulhijjah), jamaah haji bisa melakukannya pada hari yang tersisa (dari hari tasyrik), ia memulai melempar jumrah pada hari Nahr dahulu, dan ini dianggap sebagai penunaian adaan (pada waktunya), bukan qadhaan (mengganti di luar waktu).
Kadar wajib untuk mabit di Mina adalah mayoritas malam, lebih dari separuh malam (misalmnya malam ada sembilan jam, berarti lebih dari 4,5 jam). Ada juga pendapat kedua yang menyatakan bahwa mabit di Mina itu satu waktu di malam hari.
Mabit di Mina itu selama dua malam untuk yang nafar awal (keluar pada 12 Dzulhijjah sebelum matahari tenggelam). Namun, untuk yang nafar tsani (keluar pada 13 Dzulhijjah), maka ia wajib mabit pula pada malam ketiga belas serta melempar jumrah pada hari ke-13 Dzulhijjah (hari tasyrik ketiga).
Menurut Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan, siapa yang tidak mendapatkan tempat yang layak di Mina, maka gugur baginya kewajiban mabit. Karena sesuai kaidah fikih LAA WAAJIBA MA’AL ‘AJZI, tidak kewajiban ketika tidak mampu.
Bagi orang yang mengurus kepentingan umum seperti mengurus air, para dokter, begitu juga memiliki uzur khusus seperti sakit atau menemani orang yang sakit, atau penduduk Mekah yang khawatir pada keluarganya, maka mereka juga termasuk orang yang mendapatkan uzur untuk mabit di Mina.