Hukum Hawalah atau Memindahkan Hutang Kepada Orang Lain

Ilustrasi memindahkan hutang kepada orang lain. (Foto: Net)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;

مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ

“Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya adalah zalim. Dan apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang kepada orang yang kaya, maka hendaklah ia mengikuti”. (HR. Bukhari no. 2287, dan Muslim no. 1564)

Apabila hawalah telah sempurna, hak itu berpindah dari tanggungan muhil (yang memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal alaih (yang dipindahkan hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.

Baca Juga:  Menggabungkan Ijtihad Cara Shalat yang Berbeda

Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang dipindahkan atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang lebih utama.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ، فَإذَا رَأَى مُعْسِراً قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ الله أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا، فَتَجَاوَزَ الله عَنْهُ

“Ada seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka apabila ia melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya, tangguhkanlah (maafkanlah) ia, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi maaf kepada kita. Maka Allah memberi maaf kepadanya”. (HR. Bukhari no. 2078, dan Muslim no. 1562)

Baca Juga:  Zakat Hasil Bumi, Inilah Jumlah yang Wajib Dikeluarkan

Demikian hukum hawalah dan hikmahnya dalam syariat Islam.(*)