
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda;
لاَ تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوْا لَهُ
“Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) dan jangan pula kalian berbuka (tidak berpuasa) sampai kalian melihatnya (bulan Syawwal). Jika awan menyelimuti kalian maka perkirakanlah untuknya”. (HR. Bukhari: III/24 dan Muslim: III/122)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda;
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِيَ عَلَيْكُمْ فْأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbuka (tidak berpuasa) karena melihatnya pula. Dan jika awan (mendung) menutupi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”. (HR. Bukhari: III/24 dan Muslim: III/122)
Syari’at Islam menetapkan hukum masuknya bulan Ramadhan pada suatu hal yang tampak secara kasat mata oleh manusia, yang berjalan melintasi mereka tanpa kesulitan dan beban. Bahkan mereka dapat melihat bulan dengan mata mereka secara langsung.
Menyempurnakan Sya’ban 30 Hari
Masuknya bulan Ramadhan dapat pula ditetapkan melalui penyempurnaan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, sebagaimana keluarnya bisa juga ditetapkan dengan menyempurnakan bulan Ramadhan menjadi 30 hari.
Hal itu dilakukan pada saat tidak bisa dilakukan ru’yatul hilal, baik saat masuk maupun keluarnya bulan Ramadhan.