
Demikian juga hak kewalian, seorang anak perempuan, terputus dengan bapaknya. Yang menjadi wali nikahnya adalah sultan (penguasa) atau wakilnya seperti qadhi (penghulu). (Al Muhalla Ibnu Hazm, Juz 10 hal. 323)
Dan tidak wajib bagi bapaknya memberi nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zinah. Akan tetapi, hubungan sebagai mahram tetap ada tidak terputus meskipun hubungan nasab, waris, kewalian, nafkah terputus.
Karena, biar bagaimanapun juga anak itu adalah anaknya, yang tercipta dari air maninya walaupun dari hasil zinah. Oleh karena itu haram baginya menikahi anak perempuannya dari hasil zinah sama haramnya dengan anak perempuannya yang lahir dari pernikahan yang shahih.
Ibnu Umar pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzinah dengan seorang perempuan, apakah boleh dia menikahinya?. Jawab Ibnu Umar, “Jika keduanya bertaubat dan keduanya berbuat kebaikan (yakni beramal shalih)”. (Imam Ibnu Hazm di Al Muhalla juz 9 hal. 475)
Demikian, semoga bermanfaat dan kita terhindar dari yang demikian.(yhd)