Enam Bulan Ditinggal Suami, Istri Berhak Gugat Cerai

Dan dijelaskan oleh Al Buhutiy:

نصف سنة في غير حج أو غزو واجبين أو طلب رزق يحتاجه

“Setengah tahun (6 bulan) selain kepentingan Haji yang wajib dan Peperangan yang wajib, atau dalam urusan mencari nafkah yang dibutuhkan”. (Ar Roudul Murbi, 491-492)

Hal ini juga pernah ditanyakan kepada imam Ahmad bin Hanbal:

كم يغيب الرجل عن زوجته؟ قال: ستة أشهر, يكتب إليه, فإن أبى أن يرجع فرق الحاكم بينهما

“Berapa lama seorang suami boleh meninggalkan istrinya? Beliau menjawab: Enam bulan, kemudian dikirimkan surat kepadanya agar ia pulang, jika ia enggan untuk pulang maka Hakim berhak menceraikan keduanya”. (Al Mughni : 6/745)

Baca Juga:  Islam di Lithuania Miliki Komunitas Muslim Tertua di Eropa

Ketetapan waktu 6 bulan ini pada dasarnya merupakan Ijtihad dari Khalifah Umar bin Khattab dalam menentukan waktu maksimal peperangan kaum Muslimin:

فوقت للناس في مغازيهم ستة أشهر, يسيرون شهرا ويقيمون أربعة ويقيمون شهرا راجعين

“Maka (Umar) menetapkan waktu bagi bala tentaranya dalam peperangan mereka selama 6 bulan, dalam perjalanan pergi 1 bulan, di medan perang 4 bulan dan di perjalanan pulang 1 bulan”. (Al Mughni: 6/745)

Adapun jika karena alasan yang dibenarkan oleh syariat seperti Haji, Perang, Mencari Nafkah atau kebutuhan lainnya, maka istri tidak memiliki hak untuk menuntut suaminya agar segera pulang, akan tetapi suami wajib memperhatikan kebutuhan istrinya berupa nafkah.