
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda;
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
“Ar Rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata; ‘Siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya’.” (Muttafaqun Alaihi)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa menyambung silaturahmi lebih besar pahalanya daripada memerdekakan seorang budak.
Diriwayatkan dari Maimunah Ummul Mu’minin, dia berkata;
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَشَعَرْتَ أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي قَالَ أَوَفَعَلْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لِأَجْرِكِ
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku?”. Nabi bertanya, “Apakah engkau telah melaksanakannya?”. Ia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda; “Seandainya engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya”.
Namun yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang tidak mau menyambung silaturahmi dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau menyambungnya. Jika demikian, maka sebenarnya yang dilakukan orang ini bukanlah silaturahmi, tetapi hanya sebagai balasan.
Karena setiap orang yang berakal tentu berkeinginan untuk membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepadanya, meskipun dari orang jauh.