Moeslim.id | Suatu ketika, Abu Yazid Thaifur bin Isa Al Busthami radhiyallahu anhu menghafal ayat Al Qur’an surat Al Muzzammil ayat 1-2;
یٰۤاَیُّهَاالْمُزَّمِّل قُمِ الَّيۡلَ اِلَّا قَلِيۡلًا ۙ
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil”.
Lalu ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku! Siapakah orang yang dimaksud Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini?”. Ayahnya menjawab; “Wahai anakku! Yang dimaksud ialah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam”.
Dia bertanya lagi; “Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?”. Ayahnya menjawab; “Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan diwajibkan baginya tidak bagi umatnya”. Lalu dia tidak berkomentar.
Lalu, ketika dia telah menghafal ayat;
اِنَّ رَبَّكَ يَعۡلَمُ اَنَّكَ تَقُوۡمُ اَدۡنىٰ مِنۡ ثُلُثَىِ الَّيۡلِ وَ نِصۡفَهٗ وَثُلُثَهٗ وَطَآٮِٕفَةٌ مِّنَ الَّذِيۡنَ مَعَكَؕ
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu“. (QS. A Muzzammil: 20)
Lalu dia bertanya; “Wahai Ayahku! Saya mendengar bahwa segolongan orang melakukan qiyamul lain, siapakah golongan ini?”. Ayahnya menjawab; “Mereka adalah para sahabat”.