Kisah Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Anshar yang Menakjubkan (2)

Persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar. (Foto: Net)

Lalu Sa’ad radhiyallahu anhu menunjukkan pasar Qainuqa. Mulai saat itu, Abdurrahman radhiyallahu anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya. (Shahih Bukhari, al Fath, 9/133-134, no. 2048)

Sikap Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu terhadap tawaran saudaranya, yaitu Sa’ad bin Rabi radhiyallahu anhu, merupakan iffah atau menjaga harga diri dengan tidak meminta-minta. Tampak kesiapan mental kaum Muhajirin untuk melakukan pekerjaan yang sanggup mereka lakukan.

Baca Juga:  Amr Bin Al Ash, Sahabat yang Dicintai Rasulullah (1)

Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus berlanjut. Ketika kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara mencari nafkah, maka Allah ta’ala menggugurkan syariat waris-mewarisi dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan persaudaraan kaum Mu’minin.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.” (QS. Al Anfal: 75)

Baca Juga:  Abu Dujanah, Pahlawan Anshar Penjaga Rasulullah

Dan firman-Nya, yang artinya: “Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (allah).” (QS. Al Ahzab: 6)

Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud.