
Dia berharap suara pesantren ini didengarkan oleh pemerintah dan bisa ditindaklanjuti dengan aturan yang tegas dan jelas.
“Harapannya pada fatwa ini, suara pesantren atau suara para tokoh agama ini didengarkan oleh pemerintah yang kemudian disikapi dengan menentukan aturan yang jelas. Aturan yang betul-betul menghilangkan tiga dampak tadi itu,” kata Kiai Muhib.
Dia pun menegaskan fatwa ini tidak ditujukan untuk mematikan roda ekonomi para pelaku jasa penyewaan alat suara. Menurut dia, masyarakat perlu membedakan antara sound system dan sound horeg.
“Sound system itu digunakan di acara mantenan atau kegiatan resmi, itu tidak masalah. Tapi yang kita maksud sound horeg adalah tontonan keliling yang identik dengan tiga poin tadi. Itu yang kita fatwakan haram,” ujar Kiai Muhib.(*)