Soal Hukum Pewarna Makanan Karmin, Ini Fatwa MUI

Hukum pewarna makanan Karmin. (Foto: Net)

Fatwa MUI itu menetapkan bahwa pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal (pewarna karmin) hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Fatwa tersebut ditetapkan berdasarkan beberapa landasan, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al An’am ayat 145 yang berbunyi;

قُل لَّاۤ اَجِدُ فِىۡ مَاۤ اُوۡحِىَ اِلَىَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطۡعَمُهٗۤ اِلَّاۤ اَنۡ يَّكُوۡنَ مَيۡتَةً اَوۡ دَمًا مَّسۡفُوۡحًا اَوۡ لَحۡمَ خِنۡزِيۡرٍ فَاِنَّهٗ رِجۡسٌ اَوۡ فِسۡقًا اُهِلَّ لِغَيۡرِ اللّٰهِ بِهٖ‌‌ۚ

Baca Juga:  Menggapai Kemuliaan Hidup Dengan Bersabar

“Katakanlah: ‘Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena Sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”. (QS. Al An’am: 145)

Dalam fatwa tersebut juga disebutkan bahwa keterangan LPPOM MUI dalam rapat komisi fatwa tanggal 4 Mei 2011 menyatakan bahwa serangga cochineal yang dijadikan bahan pembuatan pewarna makanan dan minuman tidak mengandung bahaya.

Baca Juga:  MUI Sebut Harmoni Antar Umat di Indonesia Relatif Baik

Pada bagian tertentu juga disebutkan, serangga cochineal sejenis dengan belalang. Serangga cochineal juga masuk kategori serangga yang darahnya tidak mengalir.(*)