
Demikian pula para Nabi dan Rasul-Rasul Allah, mereka senantiasa menganjurkan kaum-kaum mereka untuk bertaubat. Allah Ta’ala berfirman melalui lisan Nabi Shalih Alaihissallam:
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. Shalih berkata, ‘Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada bagimu ilah selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah dan menjadikan pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. Hud: 61)
Imam Al Qurthubi rahimahullah dalam kitab Tafsirnya (V/92) telah menganggap baik perkataan Muhammad Al Waraq yang mengatakan:
“Berikanlah taubat yang diharapkan untuk jiwamu, sebelum kematian dan sebelum lisan-lisan dibelenggu. Bersegeralah menutup jiwa dengan taubat karena sesungguhnya, taubat adalah simpanan dan harta berharga bagi orang yang ingin kembali lagi berbuat kebaikan”.(*)








