MOESLIM.ID | Husnuzhan atau berprasangka baik kepada Allah Ta’ala merupakan ibadah hati yang mulia. Belum banyak orang memahami dengan sebenarnya. Akan kami jelaskan menurut keyakinan ahlu sunnah wal jamaah dan sesuai dengan pemahaman salaf, baik ucapan maupun perbuatan.
Siapa yang mengira bahwa husnuzhan kepada Allah tidak perlu diimbangi dengan perbuatantelah keliru dan salah, serta tidak memahami ibadah ini dengan cara yang benar. Tidak bermanfaat berprasangka baik dengan meninggalkan kewajiban atau dengan melakukan kemaksiatan.
Barangsiapa yang berprasangka seperti itu maka dia termasuk terpedaya, memiliki pengharapan yang tercela serta keinginan yang mengada-ada dan merasa aman dari azab Allah. Semuanya itu membahayakan dan membinasakan.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Telah jelas perbedaan antara husnuzhan dan ghurur (terpedaya diri sendiri). Berprasangka baik mendorong lahirnya amal, menganjurkan, membantu dan menuntun untuk melakukannya. Inilah sikap yang benar. Tapi kalau mengajak kepada pengangguran dan bergelimang dalam kemaksiatan, maka itu adalah ghurur (terpedaya diri sendiri). Berprasangka baik itu adalah pengharapan (raja), barangsiapa pengharapannya membawa kepada kataatan dan meninggalkan kemaksiatan, maka itu adalah pengharapan yang benar. Dan barangsiapa yang keengganannya beramal dianggap sebagai sikap berharap, dan sikap berharapnya berarti enggan beramal atau meremehkan, maka itu termasuk terpedaya.‘ (Al Jawab Al Kafi, hal. 24)
Seharusnya, seorang muslim senantiasa berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Ada dua tempat yang selayaknya seorang muslim memperbanyak khusnuzhan kepada Allah.