
Kebaikan seharusnya dibalas dengan kebaikan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata;
كَانَ لِرَجُلٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِنٌّ مِنْ الْإِبِلِ فَجَاءَهُ يَتَقَاضَاهُ فَقَالَ أَعْطُوهُ فَطَلَبُوا سِنَّهُ فَلَمْ يَجِدُوا لَهُ إِلَّا سِنًّا فَوْقَهَا فَقَالَ أَعْطُوهُ فَقَالَ أَوْفَيْتَنِي أَوْفَى اللَّهُ بِكَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Nabi Shallallahu alaihi wasallam mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu.orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, ‘Berikan kepadanya’ kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata: ‘Berikan kepadanya’, Dia pun menjawab, ‘Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan setimpal’. Maka Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian’.” (HR. Bukhari, kitab AlWakalah, no. 2305)
Berhutang dengan niat yang baik
Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah zhalim dan melakukan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar, atau untuk sekedar bersenang-senang.
Atau berhutang dengan niat meminta, karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telahbersabda;
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Siapa yang mengambil harta orang berhutang dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya”. (HR. Bukhari, kitab Al Istiqradh, no. 2387)
Hadits ini hendaknya ditanamkan ke dalam diri orang yang berhutang, karena kenyataan sering membenarkan sabda Nabi diatas. Berapa banyak orang yang berhutang dengan niat dan azam untuk menunaikannya, sehingga Allah pun memudahkan baginya untuk melunasinya.
Sebaliknya, ketika seseorang berazam pada dirinya, bahwa hutang yang dia peroleh dari seseorang tidak disertai dengan niat yang baik, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan hidupnya dengan hutang tersebut.