Tiga Cara Membersihkan Najis yang Ringan (Mukhaffah)

MOESLIM.ID | Najasah atau najis secara bahasa artinya kotoran. Najasah atau najis dalam istilah syariat adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh syariat.

Najasat adalah bentuk jamak dari najasah, ia adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang memiliki fitrah yang bersih dan mereka akan berusaha menjauhinya dan membersihkan pakaiannya jika terkena olehnya semisal kotoran manusia dan air seni.

Najasah yang mukhaffah (ringan) ada 3 macam di lihat dari cara membersihkannya:

1. Memercikkan air sekali percikan

Syaikh As Sa’di menyatakan: “air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan karena syahwat (untuk makan) maka ini semua cukup dipercikkan air sekali saja, ini merupakan salah satu pendapat dari madzhab (Hambali), sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits shahih. Demikian juga muntahnya anak-anak, itu statusnya lebih ringan daripada air kencingnya. Demikian juga madzi, menurut pendapat yang shahih, ia juga cukup dipercikkan air saja, sebagaimana terdapat dalam hadits, dan ini semua selaras dengan hikmah keringanan dalam masyaqqah” (Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 19-20)

Berikut perincian dalilnya:

  • Air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan
    Hadits dari Abu Samh Malik radhiallahu anhu, ia berkata: يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ “Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan”. (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303)
  • Muntahnya anak laki-laki yang belum memakan makanan, diqiyaskan dengan air kencing.
  • Air Madzi
    Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, ia berkata:
Baca Juga:  Lewat di Taman Surga Dengan Berdzikir Kepada Allah

أرسَلْنا المِقْدَّادَ بنَ الأسودٍ إلى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ،فسألَه عن المَذْيِ يَخْرُجُ مِنَ الإنسانِ كيفَ يَفْعَلُ به ؟ فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : تَوَضَّأْ ،وانْضَّحْ فَرْجَكَ

Miqdad bin Al Aswad mengutusku kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Lalu aku bertanya mengenai madzi yang keluar dari seseorang, bagaimana menyikapinya? Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘berwudhulah dan percikkan kemaluanmu dengan air‘”. (HR. Muslim 303)

2. Menyiram sekali siram atau secukupnya hingga hilang inti objeknya

Ini berlaku pada semua najis yang ada di atas permukaan lantai atau tanah. Syaikh As Sa’di menyatakan: “Najis jika berada di atas permukaan tanah atau lantai maka cukup disiram dengan sekali siraman yang membuat ainun najasah (inti dari objek najis) hilang, sebagaimana perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk menyiram air kencing orang badwi dengan seember air”. (Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 19-20)

Dalilnya hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu, beliau berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ المَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، «فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ»

Seorang arab badwi kencing di satu bagian masjid, maka orang-orang pun hendak memarahinya. Namun Nabi shallallahu alaihi wasallam mereka. Ketika ia selesai kencing, Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menyiram air kencingnya dengan seember air”. (HR. Bukhari no. 221, Muslim no. 284)

Baca Juga:  Siapakah yang Mendapat Pahala Memberi Buka Puasa?

Dari hadits ini jelas bahwa najis yang ada di permukaan lantai atau tanah maka cukup hingga hilang ainun najasah (inti dari objek najis), tidak harus hilang 100%. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya memerintahkan untuk menyiram air kencing orang badwi tersebut dengan air seember yang tentu belum menghilangkan semua najisnya 100%.

3. Dengan menyentuhkan pada debu atau tanah

Yaitu najis yang ada pada bagian bawah sepatu dan alas kaki lainnya, juga pada bagian bawah pakaian wanita yang terkena tanah. Syaikh As Sa’di menjelaskan: “Najis yang ada pada bagian bawah sepatu dan alas kaki lainnya, cukup disentuhkan pada permukaan tanah atau pada debu, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih. Dan ini yang sesuai dengan hikmah syar’iyyah”.

Dalilnya hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu anhu:

بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ، قَالَ: «مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ»، قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا – أَوْ قَالَ: أَذًى – ” وَقَالَ: ” إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ: فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا “

Baca Juga:  Bolehkah Menggauli Istri Dalam Keadaan Istihadhah?

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat bersama para sahabatnya, beliau melepaskan kedua sandalnya dan meletakannya di sebelah kirinya. Ketika para sahabat (yang bermakmum) melihat hal itu, mereka pun melemparkan sandal-sandal mereka. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selesai shalat beliau bertanya: ‘Mengapa kalian melemparkan sandal-sandal kalian?’. Para sahabat menjawab: ‘Kami melihat anda melemparkan sandal anda, maka kami pun melemparkan sandal kami’. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat Jibril alaihissalam mendatangiku dan mengabarkanku bahwa pada kedua sandalku ada najis (dalam riwayat lain: kotoran)’. Lalu beliau bersabda: ‘Jika salah seorang dari kalian datang ke masjid maka perhatikanlah kedua sandalnya, jika ia melihat ada najis atau kotoran maka sentuhkanlah (ke tanah) lalu shalatlah dengan keduanya‘”. (HR. Abu Daud no. 650)

Juga hadits dari Ummu Salamah radhiallahu anha. Dari jalan Ummu Walad (disebut juga: Hamidah), ia berkata:

قُلْتُ لأُمِّ سَلَمَةَ: إِنِّي امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِي وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ القَذِرِ؟ فَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ

Aku bertanya kepada Ummu Salamah: ‘saya ini wanita yang panjang gaunnya dan saya biasa berjalan di tempat yang kotor’. Ummu Salamah berkata: ‘Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘tanah yang setelahnya sudah membersihkannya””. (HR. Tirmidzi 143).(muslim.or.id)

Referensi Lainnya, klik: https://www.jabarnews.com