
Pada tanggal 31 Oktober 2017, Singapura melarang Menk memasuki negaranya karena percaya bahwa Menk mengungkapkan pandangan yang tidak sesuai dengan undang-undang dan kebijakan multikultural negara tersebut. Menurut Straits Times, ia menegaskan bahwa “merupakan penghujatan bagi umat Islam untuk menyapa penganut agama lain selama perayaan seperti Natal atau Deepavali”.
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusannya untuk menolak permohonan izin kerja jangka pendek Menk berasal dari “ajaran segregasi dan memecah belah”.
Majlisul Ulama Zimbabwe, lembaga Menk sendiri, mengeluarkan pernyataan yang menyatakan “penyesalan dan kekecewaan” mengenai larangan tersebut. Dikatakan bahwa Menk adalah “aset bagi Zimbabwe yang multi-budaya dan multi-agama” dan bahwa pemirsa harus “mendengarkan khotbahnya secara penuh” dan tidak “mengedit klip beberapa menit” untuk melihat jalan moderat yang telah dipilihnya.
Mufti Menk sebenarnya membahas masalah ini dalam video youtube miliknya, di mana dia mengklarifikasi bahwa dia sebenarnya mengatakan, bahwa Anda tidak boleh memaksakan keyakinan Anda kepada orang lain. Pada November 2018, pemerintah Denmark melarang Menk memasuki perbatasannya selama 2 tahun.
The Huffington Post menggambarkan Menk sebagai “pendakwah Islam yang homofobik secara terbuka” yang mengecam tindakan homoseksualitas sebagai “kotor”.